Minggu, 11 Mei 2008

Pembuatan Songket Palembang

Kain songket merupakan mahkota seni penenunan yang bernilai tinggi. Teknik pembuatannya memerlukan kecermatan tinggi. Benang lungsi sutera dimasukkan melalui sisir tenun dan heddle utama pada rangkaian kain dan diisi oleh benang sutra dan benang emas tambahan jika diperlukan guna membentuk pola simetris.

Bahan baku kain songket Palembng ini adalah berbagai jenis benang, seperti benang kapas, atau yang lebih lembut dari bahan benang sutera. Untuk membuat kain songket yang bagus, bahan bakunya berupa benang putih yang diimpor dari India, Cina atau Thailand. Sebelum ditenun, bahan baku diberi warna dengan jalan dicelup dengan bahan warna yang dikehendaki. Warna dominan dari tenun songket Palembang ini, merah. Namun, saat ini penenun dari Palembang ini sudah menggunakan berbagai warna, yaitu warna yang biasa digunakan untuk tekstil.

Dahulu, kain songket tradisional dicelup dengan warna - warna yang didapat dari alam, dan teknik ini diteruskan ke anak cucu secara turun temurun. Biasanya warna merah, didapat dari pengolahan kayu sepang dengan jalan mengambil inti kayunya dan direbus, dan mengkudu, yang didapat dari akarnya.

Warna biru didapat dari indigo, warna kuning didapat dari dari kunyit.Untuk mendapatkan warna sekunder seperti hijau, oranye dan ungu, dilakukan percampuran cat dari warna primer merah,biru dan kuning. Untuk mencegah agar warna tidak luntur atau pudar pada waktu pencelupan ditambahkan tawas.

Setelah benang diberi warna, lalu ditenun dengan alat yang sederhana. Penempatan benang-benang telah dihitung dengan teliti. Benang yang memanjang atau vertikal disebut lungsi, benang yang ditempatkan melebar atau horizontal disebut benang pakan. Hasil persilangan kedua jenis benang ini terangkai menjadi kain. Untuk mendapatkan motif songket berbenang emas, ditambahkan benang emas yang sudah dihitung dan ditenunkan di antara hasil tenunan tadi.

Karena rumitnya proses bertenun ini , sehelai kain dapat diselesaikan dalam waktu ber bulan - bulan. Apalagi di masa lalu, menenun dikerjakan oleh para ibu pada waktu senggang ketika pekerjaan mengurus rumah tangga atau bertani telah selesai. Tenun songket biasanya diberi motif berwarna emas. Benang emas yang dipakai ada tiga jenis , yaitu benang emas cabutan , benang emas Sartibi dan benang emas Bangkok.enang emas cabutan didapat dari kain songket antik yang sebagian kainnya sudah rusak, yang diurai kembali. Benang emas cabutan masih kuat karena dibuat dari benang katun yang dicelupkan ke dalam cairan emas 24 karat

Pengerjaaan yang rumit dengan mengurai kembali benang yang sudah ditenun ini menghasilkan kain songket yang baru yang berkesan antik. Dengan pembuatan dan pengerjaan yang harus sangat telaten ini wajarlah harga kain songket bisa berlipat ganda. Jenis yang kedua, benang emas Sartibi. yaitu benang emas sintetis dari pabrik benang di Jepang. Benang ini halus, dan tidak mengkilap, hasil tenunannya lebih halus dan ringan. Jenis benang emas yang ketiga yaitu benang Bangkok yang mengkilap dan memang didatangkan dari Bangkok.

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat songket, antara lain seperti alat tenun, rungsen, benang emas, benang merah, baliro, lidi, buluh, pleting dan lain sebagainya.
Dalam pembuatan songket diperlukan ketekunan, keuletan, dan kesabaran. Kalau dilakukan terburu-buru hasilnya tidak bagus. Waktu yang dibutuhkan untuk menenun satu songket biasanya paling cepat setengah bulan dan paling lama satu bulan. Waktu tersebut belum termasuk membuat motif. Sehingga untuk membuat satu songket waktu diperlukan bisa satu bulan setengah.

Proses pembuatan melalui beberapa tahapan, pertama yaitu pencelupan, Benang Sutera yang masih putih dicelup sesuai warna yang dikehendaki, setelah itu dijemur dengan bambu panjang di terik matahari untuk membuat kain dan selendang (ukuran lebar kain 90 cm untuk selendang 60 cm, sedangkan panjangnya 165 hingga 170).

Selanjutnya, adalah cabutan, atau proses pemisahan benang Emas dari songket lama. Satu persatu benang emas dipilih dan dipisahkan dari kain pakan dan lungsen lama yang akan diganti. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena benang emas yang sudah berumur tersebut bisa mengalami pengelupasan (rontok). Setelah benang dipisah dari kain yang lama, kemudian di rol dengan gulungan.

Biasanya, benang yang dipisahkan atau dicabut dari kain pakan dan lungsen mengalami putus-putus menurut lekuk dari kain. Maka dilakukan proses penyambungan. Setelah dilakukan penyambungan, benang emas digulung dengan plating yang dimasukkan ke dalam teropong (keduanya terbuat dari bambu) agar saat ditenun benang emas tidak terputus. Proses-proses tersebut memakan waktu hingga 10 hari.

Setelah proses pencabutan dan penggulungan, benang emas mulai ditenun, yaitu memasukkan benang emas dan benang sutera sesuai dengan motif. Sebelumnya dilakukan proses desain (pencukitan) dengan menggunakan lidi sesuai dengan motif yang dikehendaki. Lama proses penenunan ini memerlukan waktu mulai 2 hingga 3 bulan.

Bahan baku pembuatan songket yang hampir seluruhnya diimpor membuat harga jenis kain tergolong mahal. Benang sutra dan benang emas ini turun-temurun diimpor dari China, Jepang, dan Thailand. Namun benang sutra lokal dapat digunakan tetapi agak susah ditenun.

Selain jenis bahan baku yang dipakai, harga kain songket juga ditentukan oleh pola motif penuh atau motif tabur pada kain. Makin penuh bermotif tentu harganya makin mahal. Tingkat kerapatan tenunan songket juga turut memengaruhi harga.

Kain songket tidak bisa terkena panas atau disimpan di ruangan yang sembarangan. Perawatannya harus benar-benar diperhatikan. Setelah dipakai kain songket mesti diangin-anginkan terlebih dulu, kemudian digulung dan setiap tiga bulan sekali harus dibuka (dijabarkan) untuk menghilangkan bau atau ngengat yang mungkin ada di dalam lipatannya.

2. Peralatan dan Bahan Membuat Songket Palembang
Peralatan tenun songket Palembang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu. Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai “dayan”. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan/boom (suatu alat yang digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), penyincing (suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh benang tenunan), beliro (suatu alat yang digunakan untuk membuat motif songket), cahcah (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar), dan gun (suatu alat untuk mengangkat benang).

Sedangkan, peralatan tambahan untuk mengatur posisi benang ketika sedang ditenun adalah peleting, gala, belero ragam, dan teropong palet. Peralatan tambahan tersebut diletakkan di sebelah kanan si penenun, agar mudah dicapai dengan tangan.

Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang disebut lusi atau lungsin. Benang lungsin terbuat dari kapas, kulit kayu, serat pisang, serat nenas, dan daun palem. Sedangkan, hiasannya terdiri dari benang sutera dan benang emas2. Benang sutera berasal dari Taiwan dan China, sedangkan benang emas berasal dari India, Jepang, Thailand, Jerman dan Perancis. Selain benang, ada pula barang yang harus diimpor dari Jerman dan Inggris yaitu bahan pewarna benang.

Cara membuat benang lungsin dilakukan dengan menggunakan pemberat yang diputar dengan jari tangan. Pemberat tersebut berbentuk seperti gasing dan terbuat dari kayu atau terakota. Cara lain yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian Barat (Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok) adalah dengan menggunakan antih (alat yang terdiri dari sebuah roda lebar yang bisa diputar berikut pengaitnya untuk memutar roda tersebut). Sedangkan, untuk memperoleh warna tertentu3, benang yang akan diwarnai itu direndam dalam sabun selama kurang lebih 14 menit.

Maksudnya adalah agar benang tersebut hilang zat minyaknya. Setelah itu, baru dicelup dengan warna yang diinginkan, lalu dijemur. Selanjutnya, setelah kering, benang tersebut dikelos (digulung). Setelah itu, penganian, yaitu menyiapkan jumlah helai benang yang akan ditenun sesuai dengan jenis dan atau bentuk songket yang akan dibuat. Namun, dewasa ini hanya sebagian yang masih melakukannya. Sebagian lainnya langsung membeli benang-warna yang telah diproduksi oleh suatu pabrik di Indonesia atau yang diimpor dari India, Cina, Jepang atau Thailand.

3. Teknik Pembuatan Tenun Songket Palembang
Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Masyarakat Amerika dan Eropa menyebut cara menenun seperti ini sebagai “inlay weaving system”.

a. Tahap Menenun Kain Dasar
Dalam tahap ini yang ingin dihasilkan adalah hasil tenunan yang rata dan polos. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan adalah benang yang sudah dikani, salah satu ujungnya direntangkan di atas meja. Sedangkan, ujung lainnya dimasukkan kedalam lubang suri (sisir). Pengisian benang ini diatur sedemikian rupa sehingga sekitar 25 buah lubang suri, setiap lubangnya dapat memuat 4 helai benang. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pinggiran kain.

Sedangkan, lubang-lubang yang lain, setiap lubangnya diisi dengan 2 helai benang.
Setelah benang dimasukkan ke dalam suri dan disusun sedemikian rupa (rata), maka barulah benang digulung dengan boom yang terbuat dari kayu. Pekerjaan ini dinamakan menyajin atau mensayin benang. Setelah itu, pemasangan dua buah gun atau alat pengangkat benang yang tempatnya dekat dengan sisir. Sesuai dengan apa yang dilakukan, pekerjaan ini disebut sebagai “pemasangan gun penyenyit”.

Selanjutnya, dengan posisi duduk, penenun mulai menggerakkan dayan dengan menginjak salah satu pedal untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga benang yang digulung dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang dayan) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan dayan yang ber-suri akan membentuk kain dasar.

b. Tahap Pembuatan Ragam Hias
Setelah kain dasar terwujud, maka tahap berikutnya (tahap yang kedua) adalah pembuatan ragam hias. Dalam tahap ini kain dasar yang masih polos itu dihiasi dengan benang emas atau sutera dengan teknik pakan tambahan atau suplementary weft. Caranya agak rumit karena untuk memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian kain dipasangi gun kembang agar benang emas atau sutera dapat dimasukkan, sehingga terbentuk sebuah motif.

Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang emas atau sutera itu harus dihitung satu-persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu, sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Selanjutnya, benang tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan.

Lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih dua hingga enam bulan. Bahkan, seringkali lebih dari enam bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5--10 sentimeter.

Tidak ada komentar: